Monday, February 26, 2007

Mereka juga manusia

(Mode serius on......)

Saya tidak membenci kaum homo terlebih ketika beberapa teman kerja saya sendiri adalah penganut homosexual. Ketika mereka menceritakan kisah hidupnya, saya malah cenderung merasa simpatik dengan perjuangan hidup mereka di tengah dunia yang belum bisa menerima kehadiran golongan ini dan lebih menganggapnya sesuatu yang taboo. Di samping rasa simpatik saya, jujur saja hati kecil saya masih berteriak hal itu adalah perbuatan yang salah dan...sebuah dosa yang serius.

Apakah menjadi seorang homo itu adalah pengaruh lingkungan di masa kecil atau memang sebuah tulah karena kesalahan yang dilakukan di masa lampau, sampai sekarang saya tidak yakin akan jawabannya kecuali tetap percaya bahwa Tuhan tidak pernah menciptakan manusia dengan tujuan yang jelek. Adalah sebuah pilihan pribadi untuk memilih jalan hidup...

Kedua rekan kerja saya selalu menunjukan perasaan puas dengan kehidupan yang sekarang mereka jalani. Terlebih karena negara ini melegalkan pernikahan sesama jenis. Biarpun begitu ada saatnya ketika mereka menceritakan keluarganya di Indonesia, saya merasakan sesekali ada sebuah penyesalan dan perasaan bersalah terhadap keluarga terutama orangtua dibalik jalan hidup yang telah mereka pilih. Mereka tidak pernah mengatakannya secara tersurat namun tidak jarang mereka mengatakan hasil jerih payah di negeri Belanda ini akan dikirim untuk menyuport keluarga di Indonesia ataupun dipakai untuk mengunjungi sanak keluarga di sana. Saya masih sangat berharap biarpun secuil mereka masih memiliki keinginan utuk menjadi lelaki yang normal dalam arti berbalik dari hubungan cinta dan hubungan badan dengan sesama jenis. Meskipun bukan berarti berharap mereka dapat tertarik kepada lawan jenisnya.
Kenyataannya tidak sedikit orang-orang selama hidupnya tidak berpasangan, ada yang memilih menjalani kehidupan selibat membaktikan diri kepada agama dan orang lain, adapula yang tidak mampu karena kekurangan badani dan mental.

Satu kali teman saya yang lain melontarkan kepada salah satu teman homo saya betapa dia telah mempermalukan kaum pria dan keluarganya dengan menjalani hidup sebagai seorang banci. Tentu saja teman saya tersinggung dan berkata, "sirik banget sih lu sama gue?" namun dia tidak mengelak atau membela dirinya melakukan hal yang benar.
Saya berpikir, berapa banyak orang yang berani berkata face-to-face kepada seorang homo tentang kesalahan yang dia perbuat dibandingkan dengan orang-orang yang hanya mengatai di belakang saja namun pura-pura tidak ada apa-apa di hadapan mereka?
Kejadian ini membuat saya berpikir lagi, bahwa pada dasarnya mereka juga ingin diperlakukan seperti manusia pada umumnya, bukan hanya perasaan diterima namun juga diingatkan dan ditegur atas perbuatannya yang salah.
Ga percaya?
Coba sendiri..tapi jangan kurang ajar ngomongnya :)
Ditegur memang sakit apalagi kalau teguran itu benar adanya. Saya juga sering merasa tersinggung tetapi setelah itu tidak pernah berhenti memikirkan teguran teman saya dan menanyakan balik terhadap diri sendiri, apa benar begitu? Namun kalau sudah tahu salah tidak ada yang negur sakitnya makin menjadi-jadi karena kepala ini dipenuhin dengan berbagai konspirasi akan orang-orang yang berbicara di belakang kita.

Renungan singkat
Saya memang tidak bisa menegur secara gamblang seperti teman saya yang tadi (biasanya cuma menyindir tanpa tahu yang disindir nyadar atau tidak).
Satu hal saja yang dapat saya simpulkan dari fenomena ini, dosa manusia yang paling umum dan seringkali tidak disadari adalah "berkompromi" dengan membenarkan apa yang dilarang menjadi sesuatu yang bisa ditolerir dan tidak berakibat apa-apa karena orang lain juga melakukannya.
Namun hukum Tuhan tidak pernah berubah dan tidak pernah menganggap dosa yang satu lebih ringan atau lebih berat daripada yang lain. Saya juga merasa ngeri dengan hukumNya yang tidak bisa ditawar-tawar, Dia berkata "upah dosa ialah maut." (Roma 6:23a)

Ah masa sih?
(konteks di neraka--testimoni dari hamba-hamba Tuhan yang pernah di bawa ke sana) masa seorang pembunuh dan tukang memperkosa orang mendapat hukuman yang sama dengan orang yang melacurkan dirinya? hukumannya memang berbeda namun si pelacur tidak merasa lebih bahagia dari si pembunuh dan pemerkosa... Resources