Monday, May 16, 2005

Story1: The Beginning

Bandara Juanda Surabaya, 16 Agustus 2002, hari itu cuaca cerah matahari bersinar terang dan cukup menyengat untuk membuat orang-orang yang ada di bandara siang itu berkali-kali menyeka keringat. Dengan tergesa-gesa, papa memintaku cepat check in setelah mendapatkan tiketku. Sampai-sampai dia lupa kalau aku belum berpamitan dengan mama yang menunggu di pintu luar. Sekali lagi aku berlari keluar dari gate keberangkatan dan menemukan mamaku. Kupeluk erat mama untuk terakhir kali, beliau tampak kuat ketika mengatakan selamat jalan kepadaku. Aku pun membalasnya dengan senyum dan sekali lagi meyakinkannya kalau aku akan baik-baik saja. Kulayangkan padanganku untuk terakhir kali ke sekitarku, kurasakan udara kota Surabaya di siang bolong itu, dan segera berlari masuk sebelum suasana menjadi semakin dramatis.

Hidup terpisah dari keluargaku bukan hal yang baru lagi. Selama SMU akupun hidup terpisah dari keluargaku selama kurang lebih tiga tahun lamanya. Hanya ketika liburan datang mungkin aku pulang ke Kediri itupun tidak teralu sering. Hal yang bisa membuatku merasa berat meninggalkan tanah airku untuk melanjutkan studiku dan mungkin menjadi penyesalanku yang paling dalam adalah tentang seseorang di sana.

Aku mengenalnya selama tiga tahun di Semarang. Dalam waktu yang terhitung cukup lama itu, aku dan dia baru menyadari bahwa ada rasa di antara kami tepat dua bulan sebelum keberangkatanku ke Belanda. Sebulan kemudian aku resmi lulus dari SMU dan pulang ke kotaku. Kenangan terakhir yang kami buat hanyalah sebuah janji untuk bertemu yang tak pernah aku penuhi karena papa tidak mengijinkanku pergi ke Semarang hanya untuk mengikuti retreat selama beberapa hari lalu pulang lagi. Beliau berpikir itu hanya akan membuang uang dan mengurangi waktuku untuk belajar bahasa Belanda sebelum berangkat.

Selama waktu sebulan itu, hanya sms dan sepucuk surat saja yang menjadi penghubung di antara kami. Pada malam sebelum keberangkatanku, aku memutuskan untuk melepas perasaanku dengan mengirimkan satu sms terakhir untuknya. Dengan berat hati dan dari perasaanku yang paling dalam aku mendoakan semoga dia menemukan seseorang yang cocok untuknya.

Panggilan terakhir sudah diumumkan, pintu pesawatpun telah ditutup. Pesawat Malaysian Airlines dengan jurusan Surabaya-Singapore-Belanda inipun siap tinggal landas. Tak setetes air matapun mengalir dari mataku, meskipun masih ada yang mengganjal di hatiku. Kualihkan pandanganku ke teman-teman baruku, beberapa di antara mereka masih terisak adapula yang tak sabar menunggu kapal terbang ini melesat ke angkasa. Pesawat mulai menuju landasan pacu. Sekali lagi aku menarik napas panjang dan berkata pada diriku sendiri aku tak menyesal, ini adalah jalan hidupku.